[Tentang] Satu Kebaikan dan Sebuah Pengharapan.

00:42 Frisca Putri 0 Comments

Tentang sebuah lingkaran setan yang dari dulu tidak pernah saya temukan bagian mana yang benar bagian mana yang salah. Seperti sebuah pertanyaan yang selalu menjadi bahan perbincangan yang tak kunjung usai.

"Duluan mana, Ayam atau Telur?"

Mungkin kurang lebih kasusnya sama. Sama-sama terlalu sulit difikirkan jalan keluarnya jika hanya menggunakan logika manusia, atau dalam kasus ini, logika saya. Seringkali saya berfikir hal ini, namun selalu menemui jalan buntu. Selalu kembali kepada pertanyaan lainnya.

Mungkin ini tentang para pemberi harapan palsu itu, dan para korban yang merasa teraniaya karenanya. Tentang mereka yang selalu tersenyum manis kepada semua orang, namun, bagi salah satu diantaranya, senyum itu spesial. Padahal sebenarnya tidak.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah para pemberi kebaikan ini melakukan hal yang salah. Begitu salahnya hingga kebaikannya menimbulkan luka dalam hati orang lain? Bagian mananya yang salah? Bukankah sebuah kebaikan apapun itu, tidak pernah salah?

Namun, siapa yang bisa menyalahkan ketika kebaikan itu begitu membekas dihati seseorang sehingga timbul perasaan berbeda kepada sang pemberi kebaikan. Jatuh cinta, misalnya. Karena jatuh cinta sendiri berarti.. 

"memupuk pengharapan kepada siapapun itu. Berharap dibahagiakan. Berharap diberi kasih sayang. Berharap bisa bersama."

Dan karena saya masih bersikukuh tentang sebuah kebaikan apapun itu bentuknya, tidak pernah salah. Maka penilaian saya tentu berat kepada sang pengharap. Itu salahnya, kenapa tidak bisa menahan diri untuk tidak berharap? Bukankah kita semua paham pentingnya Tahu Diri?

Tapi sekali lagi, siapa yang bisa menyalahkan orang yang jatuh cinta? Mereka kehilangan logika dan hanya bertindak mengikuti hasrat dalam kepala mereka. Siapa yang bisa pintar ketika jatuh cinta? Dan siapa yang bisa menghentikan ketika cinta itu datang. Apalagi datangnya dari kebaikan yang selalu diterima dari sang pemberi kebaikan.

Sehingga, sekali lagi. Ini menemui jalan buntu. Tidak ada yang bisa dilakukan. Dan disalahkan. Masing-masing menjalani perannya dengan baik, bukan?

Mungkin sebenarnya yang perlu dikhawatirkan adalah kejadian setelah itu. Apakah sang pemberi kebaikan bisa bertanggung jawab terhadap hasil dari kebaikannya. Ataukah sang pengharap yang hendaknya mulai tahu diri untuk tidak membuat sang pemberi kebaikan menjadi tokoh antagonis dengan menghentikan pengharapan yang tidak berujung?

Entahlah. Drama ini tidak akan selesai jika bukan kita sendiri yang mengalaminya. Hanya saja, saya ingin memberikan pemahaman bahwa antara satu kebaikan dan sebuah pengharapan, semuanya sah-sah saja terjadi. Namanya kita manusia, itu tidak bisa dihindari.

Yang perlu diperhatikan hanya, mau berada di posisi mana? Pemberi kebaikan atau penaruh pengharapan? 

Silahkan difikirkan dengan tenang. :)

Kediri, 11.43 PM.

0 comments: