[Tentang] Compassion

00:02 Frisca Putri 0 Comments

source : Pinterest

Saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri. Ketika ingin menulis, maka saya harus segera menulis tanpa menundanya lagi. Maka, disinilah saya. 40 menit sebelum pergantian angka yang menjadi momok bagi kehidupan saya, saya ingin curhat securhat-curhatnya.

Akhir 2016 sampai sekarang di awal 2017 ini. saya cukup sedih melihat keadaan sekitar saya. Khususnya sosial media. Tiada hari tanpa kebencian yang dilalui disana. Selalu saja ada satu atau bahkan lebih tulisan yang di publish menyuarakan kebencian dan propaganda. Saya yakin, diusut ke atas-atasnya pun ini semua berkaitan. Tidak lain tidak bukan adalah kepentingan politik. Pilkada.

Saya tidak perlu menceritakan detailnya, tapi saya tetap merasa bahwa satu saja yang dibutuhkan untuk semua ini mereda. Compassion. Belas kasih. Dan empati. Hal itu memang sama sekali tidak mudah. Karena itulah, hasil akhirnya indah. Memang, yang indah-indah itu jadi berarti karena tidak mudah digapai.

Compassion.
English to English
noun
1. a deep awareness of and sympathy for another's suffering
source: wordnet30
2. the humane quality of understanding the suffering of others and wanting to do something about it.
source: wordnet30
3. Literally, suffering with another; a sensation of sorrow excited by the distress or misfortunes of another; pity; commiseration.

Mungkin, akhirnya jika disandingkan dengan kosakata Indonesia, Compassion mirip dengan Empati. Empati sendiri adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain.. Jadi, bisa dikatakan bahwa empati berarti dapat melihat dari perspektif orang lain dan ikut merasakan kebahagiaan atau kesedihan yang dirasakannya, sehingga timbul keinginan untuk mengerti, bahkan menolong orang tersebut.

Masalahnya adalah, belakangan ini kita semua terlalu egois sehingga lupa berempati kepada siapapun. Terutama kepada orang yang berbeda dengan kita. Tidak usah mengelak, saya juga kok. Saya merasakannya ketika kepentingan golongan lebih utama dibandingkan rasa kemanusiaan untuk tetap menilai manusia sebagai makhluk yang setara.

Karena kebanyakan semuanya merasa menjadi yang paling benar. Sehingga yang tidak sependapat dengannya adalah kesalahan besar. Sementara dia lupa, kebenaran itupun sebenarnya bersifat relatif ketika menyangkut kepentingan golongan. Ini pendapat subjektif saya saja, karena jika sebuah pertanyaan terlontar. *anggap saja kalian tau siapa yang saya bandingkan*

Satu orang yang mulutnya kasar, perangainya buruk dan suka mencela, namun beliau adalah orang dalam kelompokmu. Dibandingkan dengan satu orang yang mulutnya kasar, perangainya buruk dan suka mencela, dan dia bukan dari golonganmu.

Kamu akan membela siapa? Ketika keduanya berada didepanmu dan harus kamu selamatkan salah satunya. Ketika yang satu selamat yang satu mati. Kamu akan menyelamatkan siapa? Keduanya bermulut kasar, berperangai buruk dan suka mencela.

Saya yakin lebih dari 50% akan menjawab, orang yang berada dalam golonganmu sendiri. Iya kan? Untuk itu, disinilah empati itu berperan. Kenapa tidak mencoba melihat dari perspektif mereka berdua. Selalu ada latar belakang dari semua masalah. Dan ketika kamu bisa mulai melihat dari sudut pandang mereka, maka semuanya akan terlihat benar.

Kemudian, kamu akan berhadapan dengan hati nuranimu sendiri. Siapa yang akan kamu selamatkan?

Kalau saya? Saya akan menyelamatkan yang membawa kebaikan bagi orang banyak ketika dia diberi satu kesempatan hidup. Yang akan memberikan manfaat kepada orang lain dalam hidupnya tanpa mementingkan dirinya sendiri. Katakan salah pada yang salah dan katakan benar kepada yang benar, tanpa melihat status golongan, ras bahkan agama.

Inilah yang tidak dimiliki oleh masyarakat penghuni sosial media belakangan ini. Yang sudah jelas-jelas tidak punya kerjaan lain selain menebarkan kebencian hingga mencoreng nama baik golongannya sendiri. Tapi, saya sih maklum. Mereka sedang tidak sadar ketika melakukannya, mereka anggap itu benar, tetapi mereka tidak mencoba melihat dari berbagai sudut pandang. Sehingga, apa yang salah di mata mereka, itu pasti salah meskipun sebenarnya akan membawa kebaikan bagi banyak orang.

Hanya saja, mari kembali kepada kebenaran bersifat relatif itu tadi. Ketika semuanya menganggap pikirannya adalah yang paling benar, maka sebenarnya siapa yang paling benar? Kita melupakan satu hal. Salah benar seorang manusia itu di mata negara, adalah berlandaskan hukum yang berlaku. Mari kembalikan kepada hukum saja. Tidak perlu kita yang teriak-teriak ini itu. Percayakan pada peraturan yang sudah ditetapkan. Sehingga ketika dia salah, maka dia salah. Dan ketika dia benar, maka yang terjadi seharusnya adalah kita bisa legowo soal itu semua. Jangan kemudian memaksakan pendapat, merasa bahwa penilaiannya jauh diatas hukum yang berlaku.

Sekalian bikin negara baru aja kenapa, biar gak nyusahin yang lain yang patuh sama hukum yang ada.

Begitulah. Karena berempati adalah pekerjaan berat membutuhkan otak yang luar biasa imajinatif. *saya biasa menyebutnya cerdas* saya memaklumi saja jika tidak banyak yang bisa melakukannya. Saya suka melakukannya, meskipun itu sama sekali tidak berarti saya sedang mengakui diri saya sendiri cerdas, #uhuk.. Karena dengan begitu saya bisa belajar bahwa apa yang terjadi di hidup saya, orang lain bisa mengalaminya 100x lipat lebih buruk. Itu membantu saya bersyukur.

Tapi, harapan saya adalah semoga ini semua segera berakhir ketika pilkada DKI benar-benar usai. Saya harap siapapun yang terpilih nantinya akan mengemban amanah dan menjalankan apa yang paling bermanfaat untuk masyarakat luas. Itu saja.

Dan bagi para netizen yang mendedikasikan hidupnya untuk ngoceh di sosmed *termasuk saya*, saya mohon, dalam waktu luang kalian, belajarlah berempati. Caranya? Mungkin dengan banyak menonton film drama kehidupan. Posisikan diri kalian sebagai penderita. Jika kalian bisa merasakan kesedihannya, kalian sukses menimbulkan bibit empati di dalam diri kalian. Sisanya tinggal berlatih, dan jangan lupa aturan dasarnya. Berguna untuk banyak orang tidak peduli ras, golongan bahkan agama.



Salam.
FDP.
*yang 5 menit lagi akan menginjak tahun ke 29-nya.*



P.S : Tulisan ini banyak disusupi pemikiran seseorang yang menjadi inspirasi saya. Semoga saya terus menjadi manusia yang lebih baik lagi, bahkan untuk manusia lainnya. Terima kasih. :)

0 comments: