[Tentang] Wanita Pecinta Hujan
Hujan semalam memberikan banyak sekali hal yang akhirnya bisa dipikirkan
sebelum tidur. Hanya karena sebuah chat yang datang kala hujan turun :
“Kamu lagi mandi hujan
malam gini?”
“Udah tadi, kenapa?”
“Enggak, kalau hari hujan,
aku ingat kamu. Gadis manis penyuka hujan.”
Dan saya tahu bahwa wanita ini sedang memastikan keadaan saya. Apakah
saya sedang baik-baik saja. Atau tidak. Yang akhirnya saya benarkan bahwa
sebenarnya saya sedang tidak baik-baik saja. Hati yang tadinya bersenandung
riang karena banyak hal-hal menyenangkan yang terjadi, bahkan juga karena bunyi
hujan yang sedang membasahi tanah Samarinda itu sebuah poin tersendiri untuk
kotak kebahagiaan saya, tiba-tiba harus tergilas oleh hujan yang lain di dalam
hati tersebut.
“Dan, gadis manis penyuka hujan ini, hatinya sedang turun hujan
pula.” Kataku.
Begitulah.
Maksdnya adalah, ternyata upaya tidak sengaja saya yang
mendeklarasikan diri ini sebagai wanita pecinta hujan, sudah diterima oleh
banyak orang. Dan akhirnya “pencitraan” terebut menempel lekat pada pikiran
mereka. Dalam satu point of view, ini berarti saya berhasil mencitrakan diri
saya, dan akhirnya pada saat hujan, mereka mengingat saya sebagai orang yang
akan selalu tersenyum pada hari hujan.
Berbeda dengan seseorang.
Ya, saya kenal seseorang yang akan selalu sibuk mencari headphone
untuk mendengarkan lagu, agar suara rintik air tersebut menghilang dari
peredaran otaknya. Atau mungkin, dia akan sibuk mencari kegiatan lain agar fikirannya
tidak tertuju pada ketakutan hatinya akan hujan.
Dia pernah berkata begini.
“Bunyi hujan membuatku takut, mengingatkanku akan trauma mendalam
di masa lalu.”
Ah… mungkin dia hanya butuh pelukan hangat saja disaat hujan
turun. Dan suatu saat nanti, saya yakin dia akan melihat hujan dari sudut
pandang yang berbeda.
Saya, mungkin pernah berfikir hal yang sama. Bahwa hujan memaksa
saya menghawatirkan apa yang tidak saya ingat. Seolah-olah dia memaksa saya
untuk memikirkan sesuatu yang tidak sengaja saya lupakan. Hujan membuat saya
berfikir, ada sesuatu di sana, di luar sana, jauh dari kehangatan perlindungan
rumah yang sedang saya singgahi, yang saya lupakan. Dan itu fatal.
Namun, sekarang tidak. Saya berhasil mengunci rasa takut itu, dan
akhirnya hujan tidak pernah bisa membuat saya bersedih. Bahkan saat
bersedihpun, dia mampu membuat saya tersenyum. Coba saja saat ingin menangis,
berlarilah ke dalam rinai hujan. Kamu akan tersenyum, karena hujan sudah duluan
menangis untuk kesedihanmu. Bukan begitu?
Jadi, pada dasarnya. Seberapa deraspun hujan yang turun di luar
sana. Atau bahkan di dalam hati ini. Saya akan tetap menyukainya. Sebagaimana citra
yang telah diukir bersahaja di hati orang-orang terdekat saya.
“Bahwa Friska adalah hujan… dan hujan adalah Friska.”
:)
--------
Day 2. *checked*
Feeling Gloomy,
Regards. FDP.
Suka dan sy tahu rasanya. karena saya pun sama. saya sangat mnyukai hujan. awalnya hanya gerimis yg sy suka liat tp trnyata lama kelamaan liat hujan ttap buat sy merasa bahagia. dn sy pun tidak mngerti knp itu bisa trjadi sama sy😂 paling suka saat awal hujan trun dan itu membasahi kulit sy sukaa😍😅 hehee nda sangka ada yang sama kayak sy😂 d saat org lain blg uuh tina hujan kok mau basah basah sih. tp sy ttap nyaman dibawah guyuran hujan😁 yaah kok jd cerita jg sih hehe salam kenal frisca😊
ReplyDeleteSuka dan sy tahu rasanya. karena saya pun sama. saya sangat mnyukai hujan. awalnya hanya gerimis yg sy suka liat tp trnyata lama kelamaan liat hujan ttap buat sy merasa bahagia. dn sy pun tidak mngerti knp itu bisa trjadi sama sy😂 paling suka saat awal hujan trun dan itu membasahi kulit sy sukaa😍😅 hehee nda sangka ada yang sama kayak sy😂 d saat org lain blg uuh tina hujan kok mau basah basah sih. tp sy ttap nyaman dibawah guyuran hujan😁 yaah kok jd cerita jg sih hehe salam kenal frisca😊
ReplyDelete